Jumat, 08 Juli 2011

PUTUSAN-PUTUSAN KEYAKINAN DAN KONVENSI BAHASA

PUTUSAN-PUTUSAN KEYAKINAN DAN KONVENSI BAHASA
Oleh :  Ajang Jamjam


1. Pendahuluan
            Tema pasal ini menjelaskan kebenaran yang mutlak dan kepastian yang bersifat tautologis. Kesepakatan filosof dan ahli mantik tentang hal itu diantaranya :
1.      Kepastian dan keniscayaan yang bersifat tautologis itu tidak berdasarkan pada pengalaman inderawi atau pengalaman empiris.
2.      Kebenarannya tidak berdasar pada pengalaman empiris.
3.      Kepasatian yang bersifat tautologis itu berlandaskan pada rasio murni ketika menggambarkan prinsip-prinsip dasar akal (logika), lalu merumuskan dan menyimpulkannya
Para filosof rasionalis sepakat akan hal itu, karena kita tahu bahwa tuntutan kepastian itu tidak berdasarkan pada pengalaman inderawi ataupun pengalaman empiris, tapi berdasarkan pada rasio murni ketika membuat konsep dan prinsip-prinsip dasar rasio yang disimpulkan dari premis sampai pada tingkat simpulan.
Mereka menjadikan rasio (logika) murni yang tidak berdasar pada pengalaman empiris sebagai alat untuk membuat proposisi matematika dan logika. Tapi terkadang kita kagum ketika tahu bahwa filosof aliran empirisisme sekaligus ahli mantik yang mempunyai watak yang hampir sama dengan filsafat empirisisme, mereka menyepakati proposisi  itu, kebenarannya mutlak yang bersifat tautologis tidak berdasarkan pada pengalaman inderawi dan pengalaman empiris.
Di satu sisi, mereka membedakan antara proposisi ilmu pasti dengan logika dan di sisi lain juga membedakan antara proposisi empiris dengan bentuk kaidah-kaidah ilmiah. Pertama, bersifat tautologis meskipun tidak berdasar pengalaman inderawi; Kedua, Kebenarannya bersifat mungkin yang berdasarkan pada pembuktian secara empiris.
 Perbandingan antara proposisi matematika atau ilmu mantik dengan proposisi empiris adalah perbandingan antara kepastian dan kemungkinan, yang terkadang benar dan terkadang tidak benar. Pendapat ini menimbulkan  pertanyaan, apa yang ada pada  proposisi matematika dan logika yang membuatnya bersifat pasti?, para empirisisme mendorong untuk tidak hanya berlandaskan pada uji eksperimen dan pengalaman inderawi, sedangkan kebiasaan mereka ketika mulai dan mengakhirinya selalu berlandaskan teori itu.
Tapi terkadang pembaca bertanya-tanya, apa persoalan tema ini dengan filsafat bahasa? Persoalannya sagat kompleks, sebab dalam filsafat kontemporer terdapat beberapa persoalan dalam menafsirkan karakteristik yang asing/aneh untuk preposisi matematika  dan logika dalam kerangka pengungkapan bahasa.
Kebenaran dan keyakinan proposisi terletak pada karakteristik susunan dan  simbol bahasa yang membentuk proposisi. Percobaan ini dinamakan teori konvesi bahasa (Linguistic Convention). Teori ini menimbulkan  pro dan kontra,  kita berharap perselisihan pemikiran ini tidak berlanjut supaya dapat menjelaskan kebenarannya.
Sebelum menguraikan dan mempermasalahkan teori ini, sebaiknya kita memperhatikan sejarah singkat persoalan ini.

2. Sejarah Singkat
            Pembahasan dimulai dengan problematika kepastian proposisi matematika murni dan kaidah-kaidah ilmu mantik dengan memperhatikan pendapat Kant yang membedakan  antara a priori…. A posteriori, analytic, dan syintetik.
 Arti sederhana kata a priori, yaitu kebenaran yang independen dari eksperimen dan pengalaman inderawi. Adapun a posteriori, yakni kebenaran yang berdasarkan atas pengalaman. A priori dan a posteriori dua sifat yang bersandar pada konsepsi atau proposisi. Kita katakan, ini adalah konsepsi a priori atau pengalaman, dan ini preposisi a priori atau pengalaman. Tapi perbedaan antara a priori dan a posteriori ini sejarahnya sangat panjang, untuk itu sebaiknya diberi pencerahan dulu tentang hal itu sebelum menjelaskan pendapat Kant.
            Perbedaan epistemologi antara a priori dan a posteriori berkaitan dengan pengetahuan kita. Mungkin kita mengikuti pendapat Aristoteles yang mengartikan kata “ a priori” dengan  pengalaman sebelunya, baik penglaman maupun pengetahuannya. Saya ungkapkan bahwa huruf A itu biasanya sebelum huruf B, sebab tidak mungkin ada B tanpa didahului adanya huruf A, begitu juga bahwa huruf A dalam pengetahuan kita itu sebelum huruf B dan tidak mungkin mengenal huruf B tanpa mengenal huruf A terlebih dahulu.
            Contoh yang lebih jelas tentang hal ini,  wujud atom dan pengetahuan tentang atom. Menurut Aristoteles, atom itu mempunyai ragam makna. Tapi dia menggambarkan atom itu dengan yang samar sesuai dengan keadaan sesuatu yang tersendiri dan terpisah, baik person tertentu atau suatu materi tersendiri tertentu, sebab wujudnya itu lebih dulu dari pada sifatnya, dan  pengetahuan kita tentang wujud atom  itu lebih dulu dari pada sifat-sifatnya, karena sesuatu yang tersendiri itu adalah topik/fakta persepsi sedangkan sifat-sifat yang konkrit itu dzatnya tidak diketahui.  
            Aristoteles berpendapat bahwa ketika saya tahu suatu itu B karena saya telah mengetahuinya di samping pengetahuan saya sebelumnya tentang A, maka aku tahu tentang illatnya B. Seakan-akan yang mendahului di sini adalah pikiran utama. Dengan kata lain ketika mengetahui sesuatu karena keberadaannya terlebih dahulu dari pada yang lainnya, maka saya menetapkan bahwa di antara keduanya ada hubungan yang erat .
            Aristo menjadikan sesuatu yang tersendiri itu sebagai atom dengan makna yang halus itu,  bahwa jika tidak ada AFROD maka sesuatu yang lain pun tidak ada, dan tidak bermaksud bahwa ada pemisah antara sesuatu dengan sifatnya atau atom dengan benda lainnya.
            Tidak ada pemisahan antara sesuatu dengan sifatnya, pembicaraan sesuatu dengan sifatnya adalah pembicaraan sesuatu yang satu. Melalui  kita, untuk membicarakan tentang sesuatu tidak akan cukup kecuali harus menjelaskan tentang lahiriyah dan sifat-sifatnya. Tidak mungkin membicaraan suatu sifat kecuali dengan menganalogikan sesuatu yang menjadi sandaran sifat-sifatnya.   
            Kita temukan juga pengertian a priori dan a posteriori  menurut Lanz (1646-1716) ketika membedakan antara kebenaran rasio (truths of reason) dan kebenaran fakta (truths of fact), kita tahu bahwa kebenaran rasio secara a priori tanpa pembuktian dengan eksperimen seperti proposisi ilmu pasti yang murni dan kebenaran logika, itu adalah kebenaran yang perlu berlandaskan pada kaidah yang tidak bertentangan atau kaidah identitas.
            Kebenaran faktual adalah pengetahuan yang berlandaskan pada eksperimen dan pengalaman inderawi, yaitu proposisi yang terjadi tanpa kepentingan, seperti preposisi ilmu-ilmu eksperimen dan ketentuan-ketentuan mengetahui hakekat. Perbedaan antara kebenaran akal dan fakta seperti perbedaan antara sesuatu yang tidak berdasarkan pengalaman inderawi dengan yang tidak.
 Kita beralih pada yang Ketiga: Jhon Locke – Pencetus filsafat empirisisme pada abad modern, ia telah membolehkan  dengan apa yang dinamakan (pengetahuan intuisi) maksudnya apa yang langsung  diketahui akal kita tanpa bantuan pemikiran eksperimen, apa yang sampai dengan metode ini  merupakan keyakinan yang mutlak tidak ada keraguan, seperti ungkapan kita bahwa putih itu bukan hitam, bulat itu bukan segi tiga, angka 3 itu lebih besar dari angka 2 dan sama dengan 1+ 2. Jhon Locke juga sepakat dengan apa yang dinamakan” proposisi berulang-ulang” (trifling proposition) yaitu, proposisi yang tidak memberi pengetahuan yang diperoleh  dengan baru tentang alam , tapi walaupun demikian proposisi-proposisi itu selalu benar dan yakin, seperti proposisi identitas (A adalah A) setiap definisi yang menjelaskan makna suatu kata, seperti  “peluru itu logam” atau, manusia itu adalah hewan.
 Terakhir, kita perhatikan Hume tokoh empirisme pada abad ke 18 dan kedudukannya yang terkenal yang menjadi oknum (person Tuhan) di  tempat suci sampai sekarang. Dia membedakan antara (fakta) “matters of fact dan (hubungan antara pemikiran) relations between ideas. Dia membedakan antara proposisi pengalaman dan proposisi a priori, kebenaran pertama berdasar pada pembentukannya dari pengalaman dan pembuktiannya dengan cara pengalaman. Setiap proposisi pengalaman  terjadi dengan tidak terpaksa dari segi logika bersifat mungkin atau tidak yakin, ada kemungkinan diterima atau ditolak tergantung pada bukti empiris yang positif ataupun negatif.
            Proposisi a priori dibatasi dengan proposisi matematika murni dan kaidah (ketentuan) logika, yaitu senantiasa benar dan yakin. Standar keyakinan itu tidak mungkin inkar tanpa adanya pertentangan. Landasan Kebenaran dan keyakinan itu bukan berlandaskan pada pengalaman pancaindra tapi pada makna-makna kata  dan makna lapad pada proposisi.
            Sekarang kita beralih pada pendapat Kant tentang a priori dan aposteriori. Menurtut Kant, perbedaan antara a priori dan a posteriori sebagai mana pendapat para filosof terdahulu tapi dia membuat perbedaan titik start(dasar)teori epi dan metafisika baru. Kant berpendapat bahwa tidak setiap pemikiran kita atau gambaran kita itu hasil eksperimen, tetapi sebagian dari pemikiran kita itu  hasil eksperimen dan yang lainnya itu apriori.
Pikiran kita tentang jeruk atau pohon itu adalah pemikiran eksperimen, tapi pikiran  tentang tempat, kepentingan, perhiasan, memustahilan atau keagungan  adalah pikiran a priori, karena pada akal manusia itu ada persiapan untuk mengetahuinya dan menerimanya  ketika dipengaruhi eksperimen yang ditentukan walaupun dasarnya bukan eksperimen.
            Kant berpendapat juga,bahwa proposisi a priori berlandaskan pada proposisi eksperimen. “ setiap unsur itu adalah benda”  atau “ segala sesuatu itu adalah sifat” yaitu proposisi a priori, begitu juga proposisi “ waktu yang dinisbatkan pada yang lalu, sekarang dan yang akan datang”, “setiap bentuk kubus ada  12 sisi” “kita tidak mungkin menyandarkan sesuatu sifat dan lawannya pada suatu waktu”.
            Proposisi a priori ialah kebenaran yang diketahui kebenarannya tanpa pengalaman inderawi atau sebelum dilakukan suatu percobaan atau penelitian, kita membaca atau mendengar masalah itu karena kebenarannya itu diketahui langsung tanpa melalui eksperimen atau yang lainnya.
            Proposisi a posteriori ialah proposisi eksperimen yang berdasarkan pada empirik. Kant mengungkapkan berbedaan yang lain antara proposisi analitis dengan proposisi sintetis  menurut filosof terdahulu, tapi dia lebih baik dalam menguraikannya dibanding sebelum dan  sesudahnya,
            Perbedaan antara proposisi analitis dengan sintetis dalam proposisi atomis (qadhiyah hamliyah) dalam pandangan Kant:
1.      Proposisi Analitis ialah apabila predikat sudah termuat atau tersirat dalam subjeknya .
2.      Proposisi Sintetis ialah apabila predikat tidak termuat atau tersirat dalam subjeknya.
            Maksud dari uraian di atas, bahwa predikat pada proposisi analitik itu merupakan unsur dari unsur-unsur bayangan subjek atau menganalisanya tidak disandarkan pada sesuatu pun yang terpisah dari ma`nanya, maka hubungan antara predikat dengan subjek` itu merupakan hubungan kandungan, antara keduanya ada keteraturan tanpa berlawanan.
Contoh proposisi analitis; ungkapan Kant yang terkenal tentang proposisi analitis diantaranya : “Semua badan itu adalah keleluasaan”. Konsep keleluasaan (P) tidak menambah sesuatu pun pada konsep “badan” (S), karena “keleluasaan”sudah terkandung dalam “badan”, kita tidak perlu melakukan pengalaman inderawi lebih dulu untuk sampai pada simpulan tersebut, sebab kita paham bahwa setiap badan pasti mengalami keleluasaan, yakni menempati posisi pada suatu tempat yang mempunyai dimensi tertentu.
            Contoh proposisi sintetis “tubuh itu berat” yaitu, proposisi empiris itu terbentuk dari pengalaman inderawi. Proposisi ananitis itu selalu benar dan kepastiannya  tidak diragukan dan tidak paradok.
            Kant menghubungkan antara proposisi analitis dengan a priori, keduanya tidak memerlukan uji eksperimen dan merupakan kepastian, sebagaimana menghubungkan antara proposisi sintesis dengan a posteriori keduanya memerlukan uji empiris. Kant berpendapat pula bahwa proposisi analitis apriori itu perlu dianalisisi dari segi ilmu mantik, sedangkan proposisi sintetis aposteriori merupakan proposisi yang baru san terkadang memerlukan bukti empiris tapi tidak memerlukan logika.
            Kita dapat menyimpulkan, pertama: Para filosof modern berpendapat setiap proposisi analitis itu adalah proposisi apriori, dan setiap proposisi apriori itu adalah analitis, seperti pandangan Libniz dan Hume. Kant berpendapat bahwa setiap proposisi analitik itu adalah apriori, tetapi tidak setiap proposisi apriori itu selalu analitis. Terkadang  proposisi sintesis itu ada yang apriori, inilah pandangan kant yang metafisika, walaupun ia tidak menjelaskan makna sebenarnya; Kedua: Sebagian ahli mantik Abad 20 berpendapat, bahwa setiap proposisi analitis itu apriori dan setiap proposisi apriori itu analitis, seperti para filosof rasionalisme, sebagian yang lain berpendapat, setiap proposisi analitik itu apriori. Tapi bukan sebaliknya, dan tidak pula menurut pandangan metafisika sebagaimana Kant pendapat tentang hal ini menurut pandangan logika murni, dan pembahasannya akan dijelaskan pada uraian berikutnya.
            Pertanyaan terakhir, apa yang diungkapkan Kant tentang proposisi matematika murni dan logika? Pendapatnya dalam kaidah mantik dan ketentuan-ketentuannya itu jelas dan sesuai dengan mayorotas filosof rasionalis, bahwa kaidah dan ketentuan proposisi apriori kebenarannya tidak berdasarkan pada pengalaman inderawi dan penolakannya juga  tidak sesuai dengan prinsip tidak adanya paradok. Ungkapan itu  mungkin saja disebut proposisi analitis apriori.
            Kita beralih pada pendapat Kant tentang matematika murni. Kant berpendapat bahwa matematika murni adalah proposisi sintesis apriori,  mengingat  mayorits ulama mantik, ahli matematika modern dan kontemporer berpendapat bahwa matematika murni merupakan proposisi analitis apriori. Tidak ada perbedaan antara Kant dengan mayorits ahli mantik dan ahli matematik, bahwa proposisi matematik murni itu adalah proposisi apriori dan ia selalu benar dan pasti, kebenarannya tidak berdasarkan pada pengalaman inderawi, jika mengingkarinya akan timbul paradok. Perbedaan Kant dengan yang lainnya sebagai berikut:  Menurut Kant, itu proposisi sintetis sedangkan yang lainnya menyebut proposisi analitis.
            Mengapa Kant menyatakan bahwa proposisi matematik murni itu adalah sintesis?, Sebab Kant menghubungkan proposisi ini dengan ruang dan waktu, dan dengan teori metafisika itu menempatkan ruang dan waktu. Kant berpendapat, bahwa  geometri itu adalah ilmu ruang selama bersandar pada bentuk, bentuk itu membutuhkan ruang, ilmu hitung  adalah ilmu waktu selama bilangan itu membutuhkan hitungan, dan ia  terikat pila oleh waktu.
            Pendapat Kant tentang  proposisi matematika, itu bukan proposisi analitis. Contohnya, ketika kita menyatakan ilmu ukur tradisional, garis lurus yang menghubungkan antara dua titik itu lebih pendek karena predikatnya itu baru dari pada subjeknya, sebab gambaran lurus itu adalah kualitatif bukan kuantitatif. Sedangkan predikatnya itu kuantitatif bukan kualitatif, oleh karena itu predikat perlu uji empiris terhadap subjeknya. Pendapatnya, proposisi yang bukan analitis harus sintetis, jika unsur sintetis itu terbentuk dari pengalaman inderawi maka proposisi matematik itu tidak akan menjadi suatu kepastian, dan tidak ada kepastian pada sesuatu yang memerlukan uji empiris. Oleh karena itu, unsur sintetis dalam matematika itu tidak berdasarkan pengalaman, itulah yang disebut dengan intuisi ruang yang murni dan intuisi waktu yang murni.
Kant yakin, bahwa sesuatu  yang bersifat apriori itu adalah  suatu kepastian, Kant juga  menghubungkan antara ruang geometris dengan ruang fisika, dan tidak menyatakan bahwa ruang geometris itu adalah ruang fisika, tetapi sebaliknya, bahwa ruang fisika itu identik dengan ruang geometris.
Para ahli geometris modern dan kontemporer telah menganggap keliru pada pendapat Kant pertama, Dia menghubungkan antara  matematika dengan gambaran ruang dan waktu,  karena ada  hubungan geometris dengan bentuk dan hitungan dengan gambar bilangan, ketika para modernis memandang ada kapabilitas  tidak memerlukan bentuk dalam geometri oleh karena itu tidak memembutuhkan ruang, bilangan juga mungkin dapat dicapai dengan ilmu mantik murni yang tidak membutuhkan pemikiran waktu. Kedua, mencampurkan ruang geometri dan ruang fisika, sedangkan keduanya itu berbeda, sebagaimana para ahli matematik modern menjelaskan dan menarik  kesimpulan  tidak menuju pada intuisi, tapi dengan rantaian menarik kesimpulan dari yang nyata. Ketiga, keliru dalam menghubungkan antara kepastian proposisi matematika dengan teori metafisika tanpa adanya keterpaksaan.
3.      Propoisi Tautologis
Ada kesepakatan antara para ahli mantik dan para filosof pada setiap periode, baik dulu maupun sekarang, khususnya para ilmuwan kontemporer, bahwa proposisi matematika murni dan ilmu mantik itu merupakan proposisi analitis, yaitu proposisi yang dapat diketahui kebenarannya dengan tidak melakukan uji eksperimen, itulah  proposisi yang jelas dengan sendirinya juga merupakan hal yang penting dalam ilmu mantik, yakni jika mengingkarinya tentu akan menimbulkan paradok.
Pada proposisi ini kami ingin menjelaskan pandangan kebanyakan ahli mantik dan para filosof dimulai dengan proposisi matematika murni. Ada perbedaan yang mendasar antara dua macam geometrik, yaitu  geometrik murni dan geometrik fisika atau terapan. Yang dimaksud dengan  proposisi matematika murni ialah: ilmu hitung, aljabar, ilmu terapan, dan geometrik murni baik yang tradisional maupun yang nontradisional. Adapun proposisi geometrik murni tidak seperti itu.
            Ketika para ahli matematika dan ahli mantik kontemporer menyatakan bahwa matematika murni itu adalah sintesis atau kebenaran yang bersifat a priori, maka pernyataan mereka itu sedikitnya berlandaskan pada tiga perdapat, diantaranya:
1.      Proposisi manapun berlandaskan pada penelitian makna kata atau simbol yang ada, jika kita menyatakan bahwa 3+2 itu sama dengan 5, atau yang minor itu lebih kecil dari mayor, atau maka hal itu jelas dengan sendirinya atau kebenarannya bersifat a priori  dengan berlandaskan pada pemahaman kita, karena menggunakan simbol atau kata-kata yang ada. Jika kita memahami makna bilangan, tambahan, dan padanan (sama dengan), atau makna minor hubungannya dengan makna mayor, maka proposisi itu menjadi benar dan penting adanya. Selama prorosisi ini mendatangkan pada pemahaman kita dengan tidak berdasarkan pada penelitian makna-makna simbol, maka proposisi ini menjadi proposisi analitis dengan makna sebagaimana disebutkan pada alinea di atas, proposisi pada bagian kedua menjelaskan makna pada bagian pertama, oleh karena itu proposisinya berulang-ulang (trifling propositions), juga proposisi matematika murni itu bersifat apriori analitis.
2.      Wittgenstein dalam bukunya yang pertama (makalah ilmu mantik falsafi) mengungkapkan, bahwa proposisi matematika murni dan ilmu mantik itu berusaha mendapatkan sesuatu yang ada atau trifling propositions, maksudnya bahwa proposisi itu tidak menjelaskan sesuatu yang nyata (senseless), tapi bukan berarti tanpa makna (not nonsense), maksudnya bahwa proposisi ini tidak mengambil sesuatu yang nyata, juga yang berkaitan dengan dunia empiris tapi keberadaannya berdiri sendiri. Walaupun demikian proposisi ini merupakan bagian dari simbol bahasa kita, sebab memiliki urgensi dan nilai guna, artinya jika kita menggunakan simbol mana saja atau bahasa mana saja, maka kemungkinan dapat ditarik sebuah simpulan bahwa proposisi analitis itu bersifat tautologis. Kita dapat menyimpulkan bahwa mayoritas ahli mantik sepakat dengan pendapat Wittgenstein, bahwa proposisi matematika murni itu analitis a priori dan berusaha mendapatkan sesuatu yang ada. Para ahli sepakat bahwa proposisi ilmu mantik itu bersifat a priori, tapi mereka juga berbeda pendapat tentang ungkapan bahwa proposisi ilmu mantik itu selalu bersifat tautologis tapi bukan analitis.
3.      Logika matematik itu bersifat tautologis dan urgen terkait dengan sejumlah referen yang membentuk teori ini, yakni bahwa teori itu bersifat tautologis dan urgen jika referent itu benar adanya, karena teori itu- menetapkan bagian yang ada dalam referen. Teori itu tidak mengandung ketetapan hal yang nyata dan tidak bertentangan dengan sesuatu yang bersufat empiris. Oleh karena itu, kepastian putusan matematika murni itu timbul dari keadaan yang tidak berdasarkan pada uji empiris/eksperimen.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                   
Kita kembali pada titik perbedaan antara geometrik murni dengan geometrik fisika. Telah diungkapkan bahwa proposisi matematika murni itu merupakan proposisi yang bersifat analitis sesuai dengan proposisi ilmu hitung, aljabar, ilmu analisa dan geometrik baik tradisional maupun nontradisional. Tapi geometrik fisika itu bukan proposisi analitis tapi hanya  ada hubungan dengan eksperimen, hal itu karena geometrik murni memperhatikan yang pokok dengan konklusi untuk mengumpulkan referensi yang diletakan oleh para pakar geometrik untuk membuat  simpulan.  Pengambilalihan ini tidak menangani satu topik tertentu, bahkan tidak menetapkan sesuatupun dari ruang fisika, oleh karena itu pembuktian geometrik murni itu adalah proposisi analitis dan kebenarannya bersifat tautologis, sebab tidak berhubungan dengan eksperimen. Tapi geometri fisika itu menggunakan definisi dan referensi pada ilmu geometrik sekiranya memberikan makna fisika yang terbatas, maka posisinya itu berarti termasuk fisika, dan garis itu berarti pancaranS sinar dari suatu cahaya.   
      Dalam penafsiran semantik geometri fisika itu seakan-akan menjelaskan geometri murni, geometri fisika itu selalu terkait dengan alam oleh karena itu maka tidak bersifat tautologis. Contoh yang bagus untuk geometri fisika adalah teori relatifisme Einsten,  sebab menggambarkan dunia dengan contoh salah satu geometrik, yaitu geometri Reman, sepereti ungkapan bahwa permukaan bumi itu melengkung, jika demikian maka tidak rata. Jika kita menggambarkan permukaan dunia yang besar maka permukaan dunia itutidak rata.s
            Terkadang ada ungkapan, bahwa pertama kali kita mengetahui  hitungan itu dengan cara menghitung jari atau dengan memperhatikan sesuatu yang nyata untuk sejumlah bagian yang dapat dilihat.  Pertama kali kita tahu ilmu hitung itu dengan menggambarkan bentuk pada kertas atau bumi. Dengan demikian hakekat matematika itu pada dasarnya eksperimen. Ungkapan ini dibantah oleh para pakar matematika, mereka berpendapat membedakan antara titik awal mempelajari matematik dengan dasar dasar kebenaran ketentuan matematika,  yaitu membedakan antara tinjauan sejarah, psikologi, juga ilmu mantik untuk membenarkan ketentuan ini.
            Tidak diragukan lagi bahwa yang pertama kali mengungkap hakekat matematika tertentu itu melalui pengamatan inderawi dengan metode induktif. Seorang anak ketika mulai mempelajari matematika itu dibantu dengan pengamatan inderawi dan eksperimen. Tapi ketika kita mempelajarinya  dengan cara demikian, maka kita pandang hal itu benar dengan terpaksa yakni bukan kebenaran yang bersifat sebagian sepereti yang diungkapkan, tapi kebenarannya dalam berbagai hal, itulah artinya bahwa matematika itu bersifat benar. Penyebab komprehensifnya itu karena kita tidak dapat menolak ketika mendapatkan sesuatu yang bertentangan dengan pengamatan inderawi dengan tidak menimbulkan paradok. Artinya, penolakan kita pada proposisi itu tidak logis.
                  Telah diungkapkan, bahwa proposisi matematika murni itu analitis dan bersifat tautologis yang senantiasa benar, kepastiannya karena tidak  berdasarkan pada uji eksperimen dan pengalaman inderawi, dan berdasarkan pada penelitian makna-makna simbol yang terdapat pada proposisi itu.  Para ahli matematika dan ilmu mantik kontemporer menyatakan tentang proposisi ini, bahwa tujuannya untuk membedakan antara proposisi analitis dan proposisi a priori yang sebelumnya tidak dikenal. Setiap proposisi analitis itu a priori. Contohnya, seperti proposisi matematika murni. Ada proposisi apriori tapi tidak analitis, yaitu dasar-dasar ilmu mantik dan kaidah-kaidahnya. Ungkapan  bahwa proposisi matematika murni itu adalah proposisi analitis maka kepastiannya tidak dijelaskan. Kami menjelaskan kepastian ini jika mengetahui bahwa proposisi ini berdasarkan pada dasar-dasar ilmu mantik. Jika kita mengatakan bahwa proposisi matematika murni itu proposisi analitis dengan landasan bahwa hal itiu mengandung penelitian tehadap makna-makna kata atau simbol yang digunakan, hal ini tidak cukup untuk menjelaskan  kepastiannya. Kita mengatakan bahwa proposisi matematika murni itu analitis sebab meneliti makna kata yang terdapat pada proposisi itu, ini berarti sebagaimana yang diungkapkan Ezman, itu adala identity proposition, yakni mungkin menukar   gambaran subjek dan predikat  pada yang lain. Oleh karena itu kepastian proposisi matematika berlandaskan pada dasar-dasar ilmu mantik, bahkan proposisi analitis menjadi dasar ilmu mantik. Frez mengungkapkan, jika kita menetapkan kebenaran  proposisi analitis berarti kita ada pada posisi ta`rif dan kaidah ilmu mantik.
                  Kita mengambil  contoh konsep penyangkalan/penegasian yang merupakan pokok pikiran dalam ilmu mantik, mungkin kita dapat mengungkapkan prosedurnya,  bahwa proposisi itu sesuatu yang benar dan proposisi yang lainnya dusta, kita mengungkapkan proposisi itu bisa benar juga bisa salah.  Inilah ungkapan prinsip formula silogisme (premis mayor, premis minor, dan simpulan). Kita juga mengungkapkan bahwa proposisi yang tunggal itu tidak mungkin benar atau salah secara bersama-sama. Itulah ungkapan prinsip yang tidak kontradiktif. Mungkin ada ungkapan bahwa setiap kaidah ilmu mantik itu berlandaskan pada dua ketentuan ini.
                  Sekarang kita jelaskan tentang dasar-dasar ilmu mantik secara umum. Problemnya, kita menerima dasar-dasar ini tidak dimulai pada dua pemikiran dasar dalam mengambil ketetapan itu, yakni implikasi ilmu mantik dan validitasnya. Dua pemikiran ini mengasumsikan sejak munculya simpulan, yaitu pemikiran dharuriyah mantiqiyah, pokok pikiran ini berdasarkan pada fungsinya sebagai landasan pokok tanpa ada paradok dengan silogisme`, karena pengambilan dalil itu adalah sesuatu yang shohih jika kita mempunyai beberapa proposisi yang terkandung pada simpulan. Adanya kandungan, implikasi, dan kebutuhan itu karena ada kontradiksi, yakni menetapkan yang lalu dan menafikan yang akan datang. Kita kembali, bahwa semua prisip-prinsip ilmu mantik berdasarkan pada prinsip yang tidak kontradiktif (paradok) dengan prinsip silogisme, dua prinsip ini bukan merupakan proposisi analitis, oleh karena itu kedua-duanya merupakan proposisi yang penting. Prinsip-prinsip dasar ini tidak bersifat eksperimen atau dibentuk dari hasil uji eksperimen, tapi  merupakan prinsip a priori yang penting. Penemuan kita terkadang diawali dengan uji eksperimen, tapi ketika kita formulasikan pada suatu proposisi menjadi substansi yang dhorury atai substansi ilmu mantik yang tidak berdasarkan pada uji eksperimen juga tidak bertentangan dengan fakta hasil eksperimen/empiris.
Selanjutnya, pemahaman dua prinsip tadi; Prinsip tidak paradok dan prinsip prinsip silogisme yang berorientasi pada  sebagian huruf dan kata-kata dalam ilmu mantik dinamakan ketetapan manthiqiyyah, seperti: Laa (tidak) wa (dan) Aw (atau) idzaa (apabila) dan yang dinamakan batasan-batasan, seperti Kullu (setiap), dan ba`dhu (sebagian). Huruf-huruf dan kata-kata ini mempunyai kekuatan Ilmu mantik tertentu atau digunakannya tertentu, maka yang nafi atau penyangkalan  dituntut untuk menghindari suatu kata apabila menggunakan lawan kata. Jika menyatakan tentang sesuatu, bahwa itu putih, maka harus menghindari  pernyataan  itu bukan putih, sebab kita tidak bisa menyatakan sesuatu itu putih dan tidak putih. Itulah penggunaan ungkapan penyangkalan dengan menggunakan wau `athaf atau kata penghubung sebagai prinsip dasar tidak paradok. Begitu juga kekuatan penggunaan kata bagian atau dasar prinsip silogisme, jika menyatakan “A adalah B, C adalah D tapi C itu bukan D oleh karena itu A bukan  B” sampailah pada kaidah –kaidah konklusi, itu kembali pada makna penggunaan huruf syarat, korelasi dan penyangkalan (negasi).
Ada juga kata-kata dalam bahasa yang memerluakan bandingannya, seperti  kata: lebih panjang dari, lebih besar dari, lebih dahulu dari, sedangkan ada kata-kata yang lain tidak sesuai dengan bandingannya, seperti  berdampingan. Kita menyatakan apabila A itu lebih panjang dari B, dan B lebih panjang dari C, oleh karena itu A lebih panjang dari pada C. Jika kita menyatakan A berdampingan dengan B dan B berdampingan dengan C, maka kita tidak bisa menyatakan bahwa A itu berdampingan dengan C. Kami ingin mengungkapkan bahwa prinsip-prinsip saling bertentangan (paradok) dengan prinsip silogisme, keduanya merupakan kaidah-kaidah inferensial dan prinsip-prinsip qiyas ilmu mantik semuanya kembali pada  suatu bagian, diantaranya pada kekuatan suatu huruf atau kata yang kita gunakan, hal itu menguatkan hubungan yang kuat antara ilmu nahwu dan ilmu mantik.
            Apakah ini berarti kaidah-kaidah ilmu mantik berdasarkan pada kaidah-kaidah bahasa, dan cara kita dalam menggunakan sebagian kosa kata? Apakah dengan menggunakan huruf nafy (kata negasi) merupakan prinsip-prinsip dasar tidak ada kontradiktif? Hal ini terkadang benar, juga terkadang sebaliknya. Terkadang kaidah-kaidah ilmu mantik itu lebih dahulu dari pada penggunaan bahasa, ketika saya melihat sesuatu lalu berkata, ini warnanya putih, kemudian melihat yang lainnya ternyata warnanya berbeda, tapi saya tidak belajar setelah kata yang menunjukkan warna itu, lalu berkata ini bukan putih. Inilah penggunaan yang populer dan dapat diterima dan menunjukkan pada prioritas  pemikiran penyangkalan dalam menggunakan sebagian kosa kata bahasa.
            Terkadang ada hubungan tidak langsung antara kaidah bahasa dengan prinsip-prinsip ilmu mantik.  Tetapi hubungan langsung antara prinsip-prinsip dasar ilmu mantik dengan bilangan merupakan konsep dasar pada akal manusia seperti peniadaan, korelasi, bagian, syarat, bandingan, kandungan, persamaan (korelasi), dan hubungan antara (kully) mayor dengan minor (juz’i) dan seterusnya, kita mengetahui konsep-konsep ini lebih dulu sebelum menggunakan bahasa, kemudian tiba periode lafad-lafad untuk diungkapkan. Penggunaan bahasa dan membangun konsep dasar itu masih tersembunyi, keduanya saling berhubungan  dan dari segi waktu dan kedua-duanya tidak saling mendahului. Konsep ini merupakan karakteristik logika, artinya metode yang digunakan dalam memahami sesuatu dan mengungkapkannya harus konsisten, itulah kerangka suatu konsep. Konsep ini bukan merupakan pemikiran teoretis tapi hanya rencana yang dapat mengungkap dalam penggunaan bahasa, bentuk dan kaidah-kaidahnya dan memahami sesuatu yang ada di sekitar kita dengan pemahaman yang masuk akal.  
            Bagaimana perkembangan konsep ini? Pertanyaan seperti ini terkadang mustahil untuk dijawab, mungkin sebaiknya kita bertanya bagaimana kita dapat mengungkapkannya? kita ambil contoh sebagian prinsip dasar ilmu mantik, seperti tidak ada kontradiktif atau lawan kata.
Prinsip-prinsip ini berdasarkan pada karakteristik proposisi hamliyyah dan tidak berdasarkan pada kaidah musnad dan musnad ilaih, tapi hanya berdasar pada konsep dasar dan sifat sesuatu yang utama. Perbedaan  sesuatu dengan sifatnya bukan perbedaan yang bersifat eksperimen, tidak dipelajari dan tidak diungkap tapi hanya memberikan sesuatu. Konsep yang dualisme antara sesuatu dengan sifatnya adalah konsep apa saja yang sama menggambarkan sifat  yang sama. Adanya sifat pada dzat itu tidak bermakna kecuali jika sesuatu menyifati sesuatu tertentu. Sifat itu senantiasa menyifati sesuatu, jika tidak maka sifat itu tidak bermakna, tapi antara sifat dan mausuf itu satu kesatuan dalam eksperimen, kita tida mengetahui dan memahaminya kecuali dengan perbedaan ini. Apa sesuatu itu? Tidak ada seorang pun yang dapat menjawab pertanyaan ini. Konsep yang pertama menunjukkan pada tunggal atau bagian-yang diketahui oleh semua orang dengan tidak dijelaskan, diketahui, dan dipahami terlebih dahulu untuk sampai pada hubungan yang urgen antara wujud dan sifatnya. Mungkin ketika anda mengungkapkan sesuatu itu berwarna merah, atau sesuatu itu berwarna merah dan bentuknya bulat, tentunya anda tidak akan menerima ungkapan bahwa sesuatu itu warna merah dan putih atau bentuknya bulat dan segi empat. Oleh karena itu menjelaskan suatu kepastian dalam kaidah ilmu mantik tidak berdasarkan pada uji empiris dan tidak akan bertentangan dengan hasil empiris, juga berdasarkan pada metode dalam menggunakan kata-kata dasar yang menunjukkan pada nafyi (negasi) dan `athaf (konjungsi) untuk memahami keteraturan sesuatu yang ada di sekitar kita dan mengungkapkannya dalam bahasa.





PUTUSAN-PUTUSAN KEYAKINAN DAN KONVENSI BAHASA




MKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Bahasa pada Perkuliahan Program Doktor Konsentrasi Pendidikan Bahasa Arab



Oleh:
 A. Jamjam

Pembimbing :
Prof. Dr. KH. T. Fuad Wahab


 










PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar